Galeri Astronomi Islam

KHGT : SOLUSI STRATEGIS DI TENGAH PERBEDAAN MABIMS

Setiap menjelang Idul Adha pertanyaan yang sering dimunculkan adalah kapan Idul Adha, apakah akan terjadi perbedaan, lalu bagaimana dengan Saudi Arabia. Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus muncul di permukaan selama umat Islam belum memiliki kalender hijriah yang mapan. Dalam rilisnya pada tanggal 25 Zulkaidah 1446/23 Mei 2025 melalui situs website International Astronomical Centre (IAC), Mohammad Syawkat Odeh mengatakan dunia Islam akan mengamati hilal awal Zulhijah 1446 H pada hari Selasa, 29 Zulkaidah 1446 H bertepatan 27 Mei 2025 M. Menurutnya hilal dapat dilihat pada hari itu menggunakan teleskop di Asia Tengah dan Barat, sebagian besar Afrika dan Eropa, dan dengan mata telanjang di sebagian besar wilayah Amerika. Karena hilal dapat dilihat di dunia Islam pada hari Selasa, diperkirakan bahwa Rabu, 28 Mei, akan menjadi hari pertama Zulhijah, dan Jumat, 6 Juni, akan menjadi hari pertama Idul Adha di sebagian besar negara Islam.”

Selanjutnya, berdasarkan laporan yang dikompilasi oleh Islamic Crescent Observation Project (ICOP) menunjukkan bahwa mayoritas di belahan dunia awal Zulhijah 1446 H jatuh pada hari Rabu 28 Mei 2025. Sementara itu yang menetapkan awal Zulhijah 1446 jatuh pada hari Kamis 29 Mei 2025 berjumlah delapan negara, yaitu Albania, Bangladesh, Brunei Darussalam, India, Malaysia, Mauritania, Maroko, dan Pakistan. Dalam konteks anggota MABIMS terjadi perbedaan dalam menentukan awal Zulhijah 1446 H. Indonesia menetapkan awal Zulhijah 1446 H jatuh pada Rabu 28 Mei 2025 dan Idul Adha 1446 jatuh pada hari Jum’at 6 Mei 2025. Keputusan ini didasarkan data hasil hisab yang disampaikan pada Seminar Posisi Hilal sebelum Sidang Isbat dan laporan hasil rukyatul hilal yang disampaikan oleh Nabil Anwar (22 Tahun) petugas rukyat hilal Kementerian Agama dan telah disumpah oleh Khaimi, S.H.I., Hakim Mahkamah Syar’iyah Calang, menyatakan melihat hilal. Keputusan penentuan awal Zulhijah 1446 dimuat dalam KMA Nomor 580 Tahun 2025. Adapun Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapore menetapkan awal Zulhijah 1446 H jatuh pada Kamis 29 Mei 2025 dan Idul Adha 1446 jatuh pada hari Sabtu 7 Mei 2025.

Kasus perbedaan internal anggota MABIMS dalam penentuan Idul Adha 1446 H, menggambarkan kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS (3,6.4) belum mampu mewujudkan kebersamaan di tingkat regional. Sejak dideklarasikan penggunaannya tahun 1442/2021 telah terjadi perbedaan antar anggota MABIMS dalam penentuan awal bulan kamariah sebanyak tiga kali, yaitu awal Syawal 1443, awal Ramadan 1446, dan awal Zulhijah 1446. Berdasarkan data hasil perhitungan awal Syawal 1443 secara teori belum memenuhi kriteria 3, 6.4. Setelah itu muncul perdebatan penggunaan istilah geosentrik dan toposentrik dalam menghitung ketinggian hilal dan elongasi. Sebagian pihak berpendapat ketinggian hilal dan elongasi menggunakan geosentrik, sedangkan pendapat lain menyatakan ketinggian hilal dan elongasi menggunakan geosentrik. Pada saat itu belum ada panduan yang disepakati bersama sehingga terjadi perbedaan konsep dalam mengimplementasikan. Indonesia menggunakan geosentrik, Malaysia, Singapore, dan Brunei Darussalam menggunakan Toposentrik.

Pada saat itu Kalender Hijriah yang dikeluarkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), Majelis Ugama Islam Singapore (MUIS), dan Kementerian Ugama Islam Brunei Darussalam semuanya menyebutkan awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Selasa 3 Mei 2022. Pada hari Ahad 1 Mei 2022 berdasarkan data hisab posisi hilal tidak memenuhi kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS 3, 6.4, namun dalam praktiknya ada laporan rukyatul hilal di Labuan yang berhasil melihat hilal. Akhirnya Malaysia menetapkan awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022. Penetapan yang sama dilakukan oleh Indonesia dan Brunei Darussalam, sedangkan Singapore tetap memulai awal Syawal 1443 sesuai yang tercantum di Kalender MUIS yaitu pada hari Selasa 3 Mei 2022. Kasus perbedaan awal Ramadan 1446 H dan awal Zulhijah 1446 H hampir sama terkait penggunaan konsep geosentrik dan toposentrik dalam menghitung ketinggian hilal dan elongasi. Hanya saja dalam penentuan awal Zulhijah 1446, laporan keberhasilan melihat hilal tidak dilakukan secara langsung ke objek hilal tetapi melalui citra yang telah diproses.

Peristiwa penentuan awal Zulhijah 1446 membawa hikmah dan banyak pelajaran berharga untuk memahami konsep satu hari satu tanggal yang dikembangkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Selama ini sering dimunculkan dan dipertanyakan bahwa konsep yang dikembangkan KHGT dianggap tidak sesuai yang dituntunkan oleh Rasulullah Saw. Salah satunya adalah posisi hilal lokal masih negatif alias di bawah ufuk. Contoh konkret awal Syawal 1446 yang lalu. Pihak yang menolak konsep yang dikembangkan KHGT ini hanya menitikberatkan pada posisi hilal negatif. Hilal negatif diasumsikan hilal yang tidak mungkin dirukyat. Dengan kata lain pemahamannya berhenti pada kondisi hilal negatif tanpa mendialogkan dengan berbagai hadis lainnya. Berdasarkan data hisab kasus awal Zulhijah 1446 yang memenuhi kriteria Neo-Visibilitas Hilal 3,6.4 hanya berada sebagian kecil di wilayah Aceh. Artinya wilayah sebelah Timurnya, seperti Medan sampai Papua tidak memenuhi kriteria alias tidak mungkin dirukyat. Selanjutnya hasil rukyat di Aceh dapat mengajak wilayah bagian Timurnya untuk memulai bulan baru pada hari dan tanggal yang sama dengan prinsip wilayatul hukmi. Hal yang sama juga berlaku pada KHGT ketika posisi hilal lokal negatif yang diasumsikan tidak dapat dirukyat dapat memasuki bulan baru pada hari dan tanggal yang sama mengikuti wilayah yang sudah memenuhi visibilitas hilal pertama dimana saja, dengan prinsip ittihadul matali’ dengan catatan ijtimak sudah terjadi dan umur bulan tidak kurang dari 29 hari sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah Saw.

Dalam menyikapi kasus perbedaan internal MABIMS, salah seorang tokoh Astronomi Islam Malaysia, Baharrudin Zainal menyatakan…”Mekanisme penyelarasan takwim Hijri MABIMS membingungkan. Kenampakan Anak Bulan di negara anggota tidak mengikat penyelarasan.Terdapat tafsiran beberapa parameter kenampakan Anak Bulan yang tidak sama”. Kegelisahan Baharrudin Zainal sangatlah wajar, ternyata kehadiran Neo-Visibilitas Hilal MABIMS belum sesuai harapan yang dicita-citakan bersama. Untuk itu tidak ada salahnya direnungkan kembali pernyataan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar ketika membacakan hasil Sidang Isbat Awal Zulhijah 1446, yang berbunyi “…..Namun demikian apabila di kemudian hari muncul hal-hal yang mungkin berbeda dengan kita. Kami memohon warga masyarakat Indonesia menyelesaikan persoalan ini melalui kebersamaan”. Perbedaan dalam penentuan awal Zulhijah 1446 H Internal anggota MABIMS memperlihatkan masih lemahnya koordinasi kalender Islam di tingkat regional dan global. KHGT menawarkan sistem kalender Islam global yang terukur, ilmiah, bersifat unifikatif, memadukan pesan nas dan sains modern. Untuk menuju masa depan umat yang bersatu dalam waktu ibadah dan simbol keagamaan, KHGT layak dipertimbangkan sebagai solusi strategis membangun peradaban Islam.

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab

Artikel ini telah dimuat di IBTimes pada tanggal 3 Zulhijah 1446/30 Mei 2025.
Penulis Susiknan Azhari, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *